Minggu, 07 Agustus 2011

Cerita-cerita BOHONG dari Tere-Liye


Huft, sekali lagi Tere-Liye membuatku termenye-menye. Aku mengakui kehebatan Tere-Liye mengolah kata. Dia telah mampu menyihirku berhadapan dengan novel mungilnya dua hari ini. Lihatlah, bahkan aku masih terlihat pucat lesu. Mataku basah dan pipinya mendingin licin. Cerita yang mengada-ada namun sukses membuat pelajaran hidup yang sungguh berarti.
Setelah Delisha dengan hafalan sholatnya, kini dia mengolah hatiku sedemikian rupa lewat tokoh Dam. Cerita tentang impian anak-anak sungguh selalu membuatku terbuai-buai, terbang hingga ke angkasa. Keren sekali. Selalu berhasil menyuntikkan seribu CC semangat yang merajuk dalam hatiku. Haiyah, bahkan kata-kataku yang kutulis pun sekarang jadi sok puitis menggerigis penuh optimis. *ngakak mangap
Novel ‘Ayahku (bukan) Pembohong’ adalah novel ke sekian kalinya yang kubaca setelah karya-karya Andrea Hirata, Djibran dan Kang Abik. Hahha, jangan heran kalau aku hanya menyebutkan sedikit nama penulis novel keren itu. Jujur, aku tak suka membaca. Termasuk baca nove. Tapi, gara-gara omongan besar teman-teman, aku jadi ingin membaca novel. Dan benar, teman-temanku benar. Beberapa rekomendasi novel-novel mereka ampuh membuatku autis sendiri ber haha-hihi atau mewek membaca novel.
Ceritanya simpel. Tentang kebencian seorang anak kepada ayahnya karena merasa dibohongi. Dam, seorang anak yang senang mendengarkan cerita dan memiliki rasa penasaran sangat tinggi. Sedari kecil, ayahnya selalu bercerita tentang petualangan masa mudanya. Bercerita dengan penuh gelora dan optimisme yang tinggi. Tentunya, pesan dari cerita itu lebih-lebih membuat bergelora, sungguh luar biasa.
Cerita dari ayahnya mampu membuat Dam bersemangat menjalani hari-harinya. Dia belajar berbesar hati, sabar menahan amarah (walaupun pada akhirnya gontai), hidup sederhana, kerja keras dan pelajaran hidup lainnya dari rangkaian kisah-kisah ayahnya. Hingga pada akhirnya kebencian mulai menyeruak manakala Dam merasa telah dibohongi ayahnya tentang penyakit ibunya.
Hanya gara-gara ayahnya tak menceritakan tentang kondisi kesehatan ibunya, Dam  naik pitam stadium 7. Dia mengutuk ayahnya seorang pembohong dan hanya membual dengan cerita-cerita omong kosong. Kebencian itu pun menyelimutinya. Dia tak sadar, padahal cerita-cerita ayahnya diam-diam juga membuatnya memiliki jiwa yang besar, semangat tinggi dan pantang menyerah. Penyesalan itu terlihat ketika di-ending ceritanya yang begitu (kalo kata salah satu temenku adalah berlebihan dan sedikit mengada-ada) mengharu tabu. *meringis koala
Haduh, tapi biarpun itu mengada-ngada, jika Tere-Liye mampu kutemui sekarang, aku akan mengatakan “Terimakasih telah membangkitkan gairahku menulis”. Loh? Kenapa tidak mengatakan tentang pesan novel itu? Hehehe, selain itu juga memang bagus banget, motivasiku membaca novel sebenarnya juga adalah karena aku pengen dapet banyak inspirasi menulis novel. Ya Robbi, pengen banget deh menghasilkan mahakarya novel yang duper keren. Biarlah tak best seller atau terkenal, yang penting mampu memberikan pencerahan, secerah matahari MU yang tak pernah meredup sampai KAU mau.
So, well done!! Thx to Tere-Liye, paling tidak beberapa paragraph ini adalah hasil kongkrit bahwa aku juga jago nulis khan? Hahaha. Hmmmm novelmu sungguh memberikan dampak perlahan tapi pasti. Semoga kau istiqomah menulis dengan hati untuk kembali ke hati. Menyadarkan nurani dengan jalan sangat teliti. Tanpa paksaan namun semuanya mengalir begitu indah tanpa henti. Kau biarkan hati yang mencari-cari cahaya Illahi itu… Selamat ya…

1 komentar:

Monggo Komentar Anda!