Senin, 21 Desember 2009

Ibu, kau pahlawanku nomer satu di dunia

Ibu,

Apa kabar dirimu hari ini ibu?

Mendengar kata ibu, hati ini langsung merasa tenang. Ibu memberikan kesejukan bagi setiap anak-anaknya. Memberikan kehangatan di setiap peluknya. Ibu selalu ada untuk kita semua.


9 bulan mengandung, bukanlah waktu yang singkat untuk ibu. Setiap hari, ibu harus rela membawa bobot yang sangat berat, yang berada di perutnya. Yah… itu kita, janin kita…


Tidur jadi tak enak, makan kadang malah bikin mual, kakinya yang indah, kini berubah jadi bengkak karena menopang tubuhnya yang semakin membesar. Namun, itu semua dia lakukan dengan ikhlas. Tak ada satu kata keluhan yang ia lantunkan. Dia tetap tersenyum, dia membelai perutnya yang kini telah membuncit, rindu akan kehadiran kita.


Saat yang ditunggu-tunggu. Kini, nyawa ibu berada dalam ketidakpastian. Disaat kita akan melihat dunia untuk pertama kalinya, hati bunda selalu gelisah. Dia tak sabar, dia tak kuat bahkan dia pun takut terjadi apa-apa pada buah hatinya itu. Ibu selalu berdoa agar kita dapat melihat indahnya dunia yang telah Allah ciptakan untuk kita semua. Maka dari itu, ibupun berani memilih, apabila dokter atau dukun tak bisa menyelamatkan keduanya, bahkan dia memilih kita agarkau tetap hidup. Melanjutkan perjalanan yang baru saja akan dimulai.

Ibu… sungguh mulia perbuatanmu itu. Kau lahirkan kami, kau besarkan kami, kau didik kami dengan segala keposesifanmu itu. Kau tau ibu, kadang aku sebel, aku marah ketika kau ikut-ikutan mengurusi kehidupanku. Aku harus ini lah, tidur lebih. awal lah, sekolah yang rajin. Ahhh, aku muak ibu, aku pengen bermain, aku ingin bebas, biarkan aku pergi ibu…


Namun, lagi-lagi, sifat congkak kami kau balas dengan uraian air mata di setiap sepertiga malammu. Bukan tangan yang kau layangkan pada tubuh kami. Bukan cacian yang untaikan kepada kami. Bukan pula kutukan durhaka yang kau sematkan pada pikiran-pikiran kami. Tapi, lebih arif dari pada itu semua. Kau pintakan maaf kepada Allah atas segala kenistaan-kenistaan itu. Kau lumerkan banyak-banyk air mata untuk kami di saat kami tertidur pulas. Di saat mimpi-mimpi bodoh kami alami.


Ibu, ingatkah ibu pada sekitar 4 tahun yang lalu. Ketika aku bermalam di sebuah kota kecil untuk acara keakraban pementor. Waktu itu, kami diberikan kesempatan untuk mengungkapkan isi hati kepada salah satu orang yang sedang kami rindu. Aku beranikan saja mengangkat tanganku agar dapat kesempatan itu. Waktu itu, tak ada nama orang lain yang terlintas, ‘hendak ke siapa aku mengungkapkan isi hati ini? Kuberanikan diri untuk menelponmu ibu…


Dengan tangan gemetar aku mulai memencet nomer HP mu ibu. Berharap kau mengangkat telpon tengah mala mini. Aku yakin kau sudah tidur waktu itu, namun, aku ingin sekali mengungkapkan rasa sayangku, yang selama ini tersimpan baik-baik di belahan nurani terdalamku. Aku bukan orang yang begitu gampang bisa mengatakan perasaan ibu. Namun, di hadapan ratusan teman-teman yang lain, aku ingin mengatakannya.


Bibirku kelu ketika kau sapa dengan nada baru bangun tidur. Maaf, aku telah membangunkan tidur lelapmu. Padahal aku tau, kau bukan orang yang gampang tidur dengan nyenyak. Ketika kubilang ‘Ibu, aku sayang sama ibu!’ ibu pun mulai kelabakan, kenapa tiba-tiba aku berani ngomong seperti ini. Ibu kaget bukan, karena ini baru pertama kalinya aku mengungkapkan kata-kata seromantis ini. Maaf ibu. Di usiaku yang dulu sudah 19 tahun, aku baru sempat mengucapkan kalimat yang mungkin sangat kau rindu.


Ibu… terimakasih untuk segalanya. Kau berikan aku kasih saying melebihi dirimu sendiri. Maafkan aku ibu, karena selalu mengabaikan nasehatmu. Maaf kemarin aku batal untuk berpuasa. Maafkan juga karena bulan ini belum bisa bertemu denganmu ibu.


Jujur, setiap kali aku jauh darimu, hati ini ngerasa nggak terima, aku pengen selalu ada di dekatmu ibu. Namun, ketika ada di dekatmu, yang ada justru aku membuat kau marah, membuat kau gelisah dan membuat kau merasa bersalah. Aku selalu tak bisa dan tak sanggup bersikap baik di hadapanmu, entah kenapa. Aku menjadi si pengecut yang hanya bisa bicara dibelakangmu. Ketika jauh darimu, ketika tak berada di dekatmu.


Ibu… maaf karena aku belum bisa mewujudkan keinginanmu agar aku bisa jadi dokter, jalanku kini telah lain ibu. Maafkan aku dulu sering sekali membandel bahkan sampai sekarang.maafkan untuk telpon2mu yang sering tidak kuangkat. Maafkan karena jarang kubayar rindumu, rindu hanya ingin mendengar kabar dari anak nakal mu ini.


Terimakasih untuk segalanya, ibu kau adalah pahlawan ku nomer satu di dunia!!!! J