Kamis, 07 Oktober 2010

Bapak, Kau Hebat Sekali!!!


3 Oktober 2010. Ada hari spesial apakah gerangan? Hari itu bertepatan dengan hari Minggu. Hari yang biasa saja menurutku. Namun ternyata ada sejarah yang menorehkan kombinasi tanggal 3 dan bulan November itu.
Malu sebenarnya mengakui kelemahan saya yang satu ini. Kekurangan yang tak kunjung mereda karena terlalu konsisten pada sifat manusia bernama lupa, dan itu salah. Terperanjat mata saya mendapati sms yang masuk menerkam inbox ponsel saya. Reaksi yang saya aplikasikan waktu itu adalah beristigfar. Mengagungkan asma Allah dan mengakui bahwa manusia adalah jauh dari kesempurnaan.
Sebenarnya kejadian ini bukan yang pertama kalinya. Tragedi lupa yang sangat tidak aku suka ini juga menimpa 2 tahun yang lalu tepat di bulan juni hari ke 17. Saat itu keadaan saya terbilang parah. Kenapa? Karena lupa yang saya tuai waktu itu akibat kesenangan-kesenangan semu menginap di hotel mewah yang punya 5 bintang.
Tak tahu apa yang harus aku lakukan setelah mendapati sms itu. Berpikir sejenak, memandang HP, mengecek pulsa. Kuberanikan diri memencet nomor satu per satu. Harapannya agar aku dapat menyampaikan maksud dari teriakan sms tadi.  
Ketika dari ujung sudah kudengar suara, yang sepertinya aku kenal. Langsung saja ku sapa dengan hangat dan kuutarakan maksudku. Namun, ternyata seseorang yang ingin ku temui masih berada di belakang, begitu katanya. Aku sabar menanti sejenak, dan ketika kudengar dia menyapa dengan suara paraunya, dia berkata, “Hallo, nak!”. Subhanallah, lelaki yang sedang menyapaku ini, kini telah bertambah usianya. Sudah tak muda lagi, beliau telah mampu menapaki hidup selama 68 tahun.
Kuucapkan selamat ulang tahun padanya dengan usaha yang cukup bertenaga. Maklum saja, ayahku sudah merasa kesulitan mendengar suara-suara yang tak begitu keras. Aku tak tahu pasti apakah dia mendengar dengan jelas suara anaknya yang merdu ini. Yang pasti, tanggapan selalu dia omongkan dan terkesan nyambung-nyambung aja.
Ya, ayah… Dia ayahku yang sedang berulang tahun. Seseorang yang juga berjasa dalam membentuk ketegaran dalam hidupku, Kesabaran yang tiada ujungnya, pertahanan emosional yang tanpa batas, peredam amarah dan ego yang begitu jitu. Aku biasa memanggilnya dengan sebutan Bapak.
Aku sadar, bahwa bapak kini tak lagi muda. Betul, usianya kini sudah mulai senja. Bahkan dia dapat bonus lima tahun lebih tua dari nabi Agung Muhammad, Rosul yang kami cintai. Diusia bapak yang sekian, aku merasa belum memberikan apa-apa. Padahal, sudah 23 tahun aku mengenal dan bersama hidup dengan sejuta canda tawanya.
Perasaanku goyah dan sulit tenang ketika aku bertanya, “Pak, pengen hadiah apa?”. Kulontarkan pertanyaan itu dengan suara lantang dan hati-hati. Vibrasi hati semakin mengguncang diri saat dia jawab dengan kata-kata penuh makna emosi. “Cukup doakan bapak, agar sehat, sregep ibadah, dan bertambah hidup lebih baik.” Subhanallah, itukah satu contoh sebuah kepasrahan dan tawadhu’ kepada Allah dari seorang Ayah kepada anaknya ini?
Bapak, apa... apa sebenarnya yang harus aku perbuat untukmu?? Seberapa hebat peluh yang harus kukeluarkan demi membalas semua budi pekerti dan jasa-jasamu? Sekeras tangisan yang seperti apa yang harus kuraungakan dalam doa-doaku agar kau dapat kedamaian di dunia dan akhirat kelak? Sampai berhenti detak nafas, jantung dan nadiku sekalipun, tak kan pernah mampu menyamai kasih, belas dan curahan sayangmu kepadaku, ayah…
maafkan anakmu yang masih nakal ini. Doakan saya ya ayah, agar kelak dapat meneladani sifat-sifat arifmu dan menyalurkannya kepada cucu-cucumu dari darah dagingku. aku menyayangimu seperti aku menyayangi istrimu, semua karena Allah, insya Allah. Bapak adalah ayah paling hebat seluruh dunia. Tak ada saingan bagimu ayah. Untuk semua bapak, ayah dan abi di seluruh dunia, “kau hebat sekali!!!”

1 komentar:

Monggo Komentar Anda!