Rabu, 07 September 2011

Belajar Ikhlas


Malam ini, Allah kembali ajarkan padaku secara langsung apa itu arti keikhlasan. Sejujurnya, aku sendiri tak begitu memahami, apa definisi ikhlas secara harfiahnya. Tapi, untaian kata per kata tak begitu penting. Internalisasi dari kata ‘ikhlas’ lah yang lebih prioritas. Ikhlas adalah tanpa pamrih, ikhlas adalah memberi tanpa mengharap kembali.
Belajar dari seorang kakak yang sangat super. Sekarang masih hamil jalan 6 bulan. Sungguh kakak yang jauh berbeda yang saya kenal kurang lebih 10 tahun yang lalu. Tak ada lagi kesan tomboy, ceplas-ceplos, keras kepala, egois atau cerewet. Sudah berbeda 180 derajat, menjadi sosok ibu yang patut di teladani.
Biarpun perutnya sudah sangat membuncit, tidurnya tak pernah tenang, nafasnya terlalu sering sesak dan tersengal ketika kelelahan. Namun, perjuangan untuk keluarga tak pernah ia keluhkan. Mengabdi kepada suami, takut pada suami setelah takut pada Allah, itu yang menjadi prinsipnya. Mulia sekali dan membuat dimensi hati ini meleleh seketika.
Tak berlebihan, kerja kerasnya sudah ia wujudkan. Bekerja dari pagi sampai sore, mengurus rumah tangga tanpa pembantu seharian, mendidik anak sekaligus memanjakan suami, dia lakoni dengan tulus. Lillahi ta’ala katanya, ikhlas karena Allah. Sungguh, barangkali aku telat mengenal kebaikannya sekarang. barangkali aku adalah adik yang kurang ajar, namun jujur, diam-diam sayangku padanya bertambah dari hari ke hari.
Nasehatnya sama sekali tak ada paksaan. Inti dari semua obrolan kemarin malam adalah keikhlasan. Menerima. Ikhlas ibadah untuk Allah, Karena memang sejatinya manusia hidup adalah untuk beribadah kepada NYA, mengabdi se-abdi-abdinya pada NYA. Menjadi hamba sekaligus pemimpin bagi dirinya sendiri untuk kembali padaNYA kelak. Menuju kehidupan abadi penuh kebahagian, Syurganya Allah.
Kedua, SMS dari salah seorang teman di radio. Curhat tentang segala masalahnya mengenai keikhlasan. Hati ini benar-benar tersentak ketika dia sms “ajari aku bagaimana cara ikhlas”. Bagaimana mungkin? Barangkali aku adalah orang paling munafik, astagfirullah, semoga kau ampuni hamba MU ya Robb. Hamba yang masih sulit ikhlas, diminta untuk mengajari ikhlas?
Tes seberapa keimanan seseorang bisa dilihat dari perkataan yang tergambarkan dari perbuatannya juga. Sms balasan sudah terkirim. Berkali-kali mengatakan bahwa kita harus bla-bla-bla. Cambukan tersendiri bagiku. Benarkah aku juga melakukan demikian? Ya Allah, atas izinmu, semoga apa yang hamba katakaan juga tercurah perbuatan yang bisa kuamalkan.
Ketiga, sebelum berangkat ke Masjid untuk tarawih, kurogoh dompetku bermaksud ingin mengambil selembar uang untuk infaq. Terkejut ketika melihat hanya ada uang 2 lembar. Jumlahnya? Bagi saya itu tak terlalu tinggi tapi juga tak terlalu murah. Malunya aku, uang tak langsung ku ambil malah mikir-mikir sesuatu.
Ya Allah, rejeki datang darimu. Usia juga dating dar MU. Begitu juga segala yang melekat dan karunia lingkungan di sekitar adalah dari MU. Termasuk materi, semuanya dari MU, berarti ini semua adalah milik MU. Tak logis jika apa yang datang dari MU, tapi hamba tak ikhlas untuk mengembalikannya pada MU. Astaghfirullah… lebih ironis, ketika aku merasa memilikinya ya Allah. Padahal itu milik MU.
Sekali lagi kukatakan, tak ada yang kebetulan di muka bumi ini. Bahkan daun yang gugur pun telah Allah rencanakan sebelumnya. Pelajaran ikhlas DIA perkuat melalui khotib yang berkhutbah di malam ini. Penyampaian ikhlasnya melalui sketsa cerita begitu menohok hingga ke jantung hati. Sungguh cantik mendarat tepat di atas sanubari.
Ibroh yang sungguh mulia dari kata ikhlas. Rumusnya gampang saja. Ikhlas sama dengan sukses berjuta kalilipat. Oke, bagaimana ilustrasinya. Begini :
Dia bercerita, Dulu, ada seorang santri alim. Sebut saja namanya Ahmad. Di kebun belakang rumahnya tumbuh subur pohon ketela dan sudah saatnya panen. Dengan niat tulus memohon ridho Allah, dia memetik beberapa dan memberikannya kepada Pak Kyainya.
Sesampainya di tempat pak Kyai, Pemuda itu menyampaikan maksudnya.
“Ini ada sedikit ketela hasil panen kami pak Kyai. Semoga bisa manfaat.” Kata Ahmad.
Pak Kyai mengucapkan terimakasih yang tak terkira. Setelah beberapa lama ketika Ahmad hendak pulang. Pak Kyai bertanya pada istrinya,
“Nyai, di belakang ada apa? Ahmad mau pulang. Bawakanlah yang bisa dibawa untuk oleh-oleh keluarganya di rumah” Pak Kyai berujar.
Istrinya menjawab, hanya ada seekor kambing di belakang.
Maka, pak Kyai itu memerintahkan istrinya untuk memberikan kambing itu kepada Ahmad, semoga juga bisa bermanfaat dan menjadi berkah nantinya.
Ditengah perjalanan, Ahmad bertemu dengan Umar. Umar terkejut, kenapa Ahmad membawa kambing setelah pulang dari rumah pak Kyai? Diapun tak sabar dan bertanya kepada Ahmad.
“Hai Ahmad, dari mana saja kau tadi”
“Oh, tadi aku bermaksud memberikan ketela hasil kepada pak Kyai, tapi beliau sungguh baik memberikan kambing ini sebagai oleh-oleh.” Jawab Ahmad dengan tersenyum.
Umar pun tak mau kalah. Akhirnya dia pergi ke pasar untuk membeli Roti Spesial dan memberikannya kepada pak Kyai. “Jika Ahmad member ketela dapat kambing, pasti aku akan dapat sapi jika memberikan roti special ini.” Pikir Umar.
Sesampainya di tempat pak Kyai, Umar memberikan rotinya. Setelah bermaksud pulang, Umar sudah menanti-nanti, hendak dikasih apa dia?
Benar saja, pak Kyai pun kembali bertanya pada istrinya, “Nyai, di belakang ada apa? Umar  mau pulang. Bawakanlah yang bisa dibawa untuk oleh-oleh keluarganya di rumah”
Karena di dapur hanya tinggal ketela, maka keluarga pak Kyai pun memberikan ketela pada Umar. Di tengah perjalanan pulang Umar tak henti-hentinya menggerutu bahwa pak Kyai sangat tidak adil. “Ahmad ngasih ketela dapat kambing, masak aku ngasih roti special Cuma dapat ketela! Sungguh tidak adil.”
Tentu, pelajarannya adalah poin keikhlasan. Ikhlas jika tanpa pamrih dan hanya mengharap Ridho Allah, maka balasannya akan jauh berkalilipat. Namun jika perbuatan baik itu disertai pamrih, jangan harap akan dapat balasan yang lebih.
Semoga pelajaran ini akan masuk menghujam, menancap rekat tak lepas dalam hati. Tak hanya itu, semuanya juga akan terwujud melalui perbuatan dan tingkah laku sehari-hari, amin ya robbal alamin. =]

15 Agustus 2011. @ 10.27 pm.

2 komentar:

Monggo Komentar Anda!