Senin, 27 Juli 2009

Kuingin Melihat Surga itu di Telapak Kakimu, Ibu


ada surga di telapak kakimu, betapa besar arti dirimu
buka pintu maafmu, saat ku lukai hatimu

ada surga ditelapak kakimu, lambangkan mulianya dirimu
hanya lewat restumu, terbuka pintu ke surga

kasih sayang mu begitu tulus, kau cahaya di hidupku
tiada seorang pun, yang dapat menggantimu ….

Untukmu, Ibu …

(by Gita Gutawa)

bagus nian lirik lagu ini, seakan mengisahkan sosok malaikat berhati lembut, tak kenal putus asa, penyemangat abadi, bernama Ibunda. setiap orang pastilah punya ceritanya masing2 mengenai Ibundanya. sosok spesial, pembangun jiwa, peretas kegundahan, pelengkap kebahagiaan dan apapun itu.

apa yang kau ingat dari ibumu???

setiap pagi, waktu itu saya mulai biasa pakai seragam sejak TK, ya saya ingat betul saat itu. Ibu tak pernah absen menyajikan masakan terbaiknya untuk kami, anak-anaknya. beliau tak kan pernah mengijinkan kami keluar atau berangkat sekolah sebelum makanan-makanan itu terjamah.

perjuangan ibu memasak makanan memang boleh dikatakan hebat. dia wanita karir, seorang guru. mengajar beberapa kelas dan diserahi jabatan wali kelas, saat itu. dengan waktu pagi yang sangat singkat, Ibu mampu menyulap meja makan yang tak bertuan menjadi sebilah hidangan yang menawan.

memang, masakannya tak selezat masakan warung sebelah, atau restoran kegemaran Uda Faisal. semur telur dan sayur asem, andalan yg menghujam hingga ke isi perutku. namun, saya merasakan cintanya di setiap taburan garamnya, perhatiannya berasa kental dari kecap yang ia sematkan, rasanya bukan hanya lezat, tapi juga nikmat.

pernah, waktu itu SMA, pagi hari yang menghebohkan. kesiangan pula. bermaksud untuk langsung berangkat dan datang tepat waktu sekolah, namun semuanya berakhir pada keributan yang membuat saya tak kuasa menahan air bah dari mata. (hehehehe... pilihan kata yang hiperbolis, sungguh)

"dimakan dulu sarapannya!", Ibu menyadari aku hendak hengkang dengan motor.
"g usah deh bu!!", serbuku dengan sergap.

ternyata, jawabanku itu memunculkan berbagai rentetan perbincangan yang panjang. keributan yang justru memperlama jatah perjalanan ke sekolah. dan membuat ibuku marah.

"nggak menghargai, Ibu udah nyiapin, apa susahnya sih makan dulu!! dari pada jajan, duitnya kan bisa buat yg lain", begitu katanya dengan nad mulai melemah, dan berkaca.

terhenyak dan tercengang...
ya Allah, sakitkah perasaan ibuku tadi?? kenapa aku tega?? jawaban tadi keluar begitu saja tanpa kusensor. marahkah ibu? akankah dia mengutukku laiknya malin kundang? penyesalan seakan mengepungku! aku menyerah. aku kalah. aku, tak sadar mengeluarkan bulir-bulir (pinjem kata2nya mbak cicay) air dari mata yang sempat tegang tadi.

sebagai ganjarannya, perjalanan dari rumah ke sekolah pun jadi luar biasa. kenapa saya bisa menangis sepanjang perjalanan. tanpa berhenti aliran tangis ini. sampai pakiran di sekolah pun masih terasa lembab di pipi. ya, sungguh menyesal...

ada surga di telapak kakimu, betapa besar arti dirimu
buka pintu maafmu, saat ku lukai hatimu

ada surga ditelapak kakimu, lambangkan mulianya dirimu
hanya lewat restumu, terbuka pintu ke surga

kasih sayang mu begitu tulus, kau cahaya di hidupku
tiada seorang pun, yang dapat menggantimu ….

Untukmu, Ibu …

maaf ya bu, bahkan dari kemarin pulang, saat kembali ada aktivitas pagi menyapa. ibu pun masih setia menyiapkan sarapan untuk saya. itu dia lakukan terus dan terus, lebih dari sepanjang umur saya. ibu begitu sayang pada anaknya, sehingga tak akan mengijinkan anaknya kelaparan.

kasih sayangmu sungguh luar biasa, Pancaran dari Ar Rohman, Ar Rohim. kini, tak ada lagi alasan untuk tak yakin kepada NYA. karena kasih sayang Ibu adalah penyambung lidah dari kasih sayang Allah SWT. kini, msih beranikah kita berkata, "Allah tak adil"??? "Allah tak mengerti aku"??? "Hidup ini kejam"!!! apapun itu!!!

bukan matamu yang tak melihat,
bukan telingamu yang tak mendengar,
bukan pula kakimu yang tak melangkah,

namun, hatimu, yang buta, hatimu yang buta di dalam dada....

1 komentar:

Monggo Komentar Anda!